Definisi Etika dan Bisnis Sebagai Sebuah Profesi (Etika Bisnis Penulisan Materi 1) - 3EA01
TUGAS PENULISAN
ETIKA BISNIS
ETIKA DAN BISNIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI
DOSEN: DR. HERRY SUSSANTO, SE., MM.
DISUSUN OLEH
NAILA KHAIRUNNISA (14217402)
STUDI KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS
PT. INDOFOOD (INDOMIE)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis
merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam
institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis.
Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka
prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik
dan benar, hanya dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas
implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis.Etika dan Bisnis, mendeskripsikan
etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum terhadap bisnis, dan
mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara
bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam
bisnis.
Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu
yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis
akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka
panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis
yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik
secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum,
banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional
maupun taraf internasional. Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum
dan norma etika, namun dua macam hal itu tidak sama. Ketinggalan hukum,
dibandingkan dengan etika, tidak terbatas pada masalah-masalah baru, misalnya,
disebabkan perkembangan teknologi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka kami mendapatkan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud hakekat etika bisnis?
2. Apa definisi dari etika bisnis?
3. Bagaimana etika moral, hukum dan agama?
4. Bagaimana klasifikasi etika?
5. Bagaimana konsepsi etika?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui hakekat etika bisnis
2. Mengetahui definisi dari etika bisnis
3. Mengetahui etika moral, hukum dan agama
4. Mengetahui klasifikasi etika
5. Mengetahui konsepsi etika
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Drs. O.P. Simorangkir bahwa hakikat etika
bisnis adalah menganalisis atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun
pandangan dari sudut moral. Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem
ekonomi, maka sebagian dari tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, dan pada
gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya
pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.
Berikut merupakan contoh praktek etika bisnis yang
dihubungkan dengan moral: uang milik perusahaan tidak boleh diambil atau
ditarik oleh setiap pejabat perusahaan untuk dimiliki secara pribadi. Hal ini
bertentangan dengan etika bisnis. Memiliki uang dengan cara merampas atau
menipu adalah bertentangan dengan moral. Pejabat perusahaan yang sadar etika
bisnis, akan melarang pengambilan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi,
Pengambilan yang terlanjur wajib dikembalikan.
Pejabat yang sadar, disebut memiliki kesadaran moral,
yakni keputusan secara sadar diambil oleh pejabat, karena ia merasa bahwa itu
adalah tanggungjawabnya, bukan saja selaku karyawan melainkan juga sebagai
manusia yang bermoral.
2.2 Definsi Etika dan Bisnis
2.2.1 Pengertian Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa
Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom).
Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah
dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti
juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang
baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika adalah
Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami oleh pikiran manusia.
2.2.2 2.2.2 Pengertian Bisnis
Bisnis berasal dari bahasa Inggris business, mengembangkan
kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun
masyarakat. Sedangkan dalam kamus lengkap bahasa Inggris karangan Prof. Drs. S.
Wojowasito dan W.J.S Poerwadarminta, business diterjemahkan menjadi :
pekerjaan; perusahaan; perdagangan; atau urusan. Jadi bisnis bisa diartikan
menjadi suatu kesibukan atau aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan
keuntungan atau nilai tambah.
Dalam ilmu ekonomi, bisnis merupakan organisasi yang
menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan
laba. Dalam ekonomi, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta,
bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para
pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai
dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis
mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras
dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh
pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
2.2.2 2.2.3 Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan
kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu,
perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat
membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun
hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham,
masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang
beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang
dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan
peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi
seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk
melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan
dan sikap yang profesional.
2.3 Etiket Moral, Hukum dan Agama
2.3.1 Etiket
Istilah etiket berasal dari kata
Prancisetiquette, yang berarti kartu undangan, yang lazim
dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengadakan pesta. Dalam perkembangan selanjutnya,
istilah etiket berubah bukan lagi berarti kartu undangan yang dipakai raja-raja
dalam mengadakan pesta. Dewasa ini istilah etiket lebih menitikberatkan pada
cara-cara berbicara yang sopan, cara berpakaian, cara menerima tamu dirumah
maupun di kantor dan sopan santun lainnya. Jadi, etiket adalah aturan sopan
santun dalam pergaulan.
Dalam pergaulan hidup, etiket merupakan tata cara dan
tata krama yang baik dalam menggunakan bahasa maupun dalam tingkah laku. Etiket
merupakan sekumpulan peraturan-peraturan kesopanan yang tidak tertulis, namun
sangat penting untuk diketahui oleh setiap orang yang ingin mencapai sukses
dalam perjuangan hidup yang penuh dengan persaingan.
Etiket juga merupakan aturan-aturan konvensional
melalui tingkah laku individual dalam masyarakat beradab, merupakan tatacara
formal atau tata krama lahiriah untuk mengatur relasi antarpribadi, sesuai
dengan status social masing-masing individu.
2.3.2 Moralitas
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan
atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk. Dua kaidah dasar moral adalah :
· Kaidah Sikap Baik. Pada dasarnya kita mesti bersikap
baik terhadap apa saja. Bagaimana sikap baik itu harus dinyatakan dalam bentuk
yang kongkret, tergantung dari apa yang baik dalam situasi kongkret itu.
· Kaidah Keadilan. Prinsip keadilan adalah kesamaan yang
masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Kesamaan beban yang terpakai
harus dipikulkan harus sama, yang tentu saja disesuaikan dengan kadar angoota
masing-masing.
2.3.3 Hukum
Menurut Wiryono Kusumo, hukum adalah keseluruhan peraturan baik
yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib dalam masyarakat
dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi. Sedangkan tujuan dari hukum
adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan ketertiban dalam
masyarakat.
2.3.3.1 Perbedaan Moral dan Hukum:
Sebenarnya atas keduanya terdapat hubungan yang cukup
erat. Karena antara satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan saling
membutuhkan. Kualitas hukum ditentukan oleh moralnya. Karena itu hukum harus
dinilai/diukur dengan norma moral. Undang-undang moral tidak dapat diganti
apabila dalam suatu masyarakat kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang.
Sebaliknya moral pun membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabila
tidak dikukuhkan, diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat. Dengan
demikian hukum dapat meningkatkan dampak social moralitas. Walaupun begitu
tetap saja antara Moral dan Hukum harus dibedakan. Perbedaan tersebut antara
lain :
· Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah
laku lahiriah manusia saja, sedangkan moralitas menyangkut perilaku batin
seseorang.
· Sanksi hukum bisanya dapat dipaksakan, sedangkan
sanksi moral satu-satunya adalah pada kenyataan bahwa hati nuraninya akan
merasa tidak tenang.
· Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak
masyarakat, sedangkan moralitas tidak akan dapat diubah oleh masyarakat
2.3.4 Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah
sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi". Kata lain untuk
menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali".
Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
2.3.4.1 Perbedaan Etika dan Agama :
Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup
membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah.
Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada
argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri
pada Tuhan dan ajaran agama.
2.4 Klasifikasi Etika
2.4.1 Etika Normatif
Etika normatif merupakan cabang etika yang
penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana
seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dengan kata lain, etika normatif
adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis. Di samping itu, etika
normatif berhubungan dengan pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja
kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar sautu tindakan atau kepusan itu
menjadi baik.
Dalam etika normatif ini muncul teori-teori etika,
misalnya etika utilitarianisme, etika deontologis, etika kebajikan dan
lain-lain. Suatu teori etika dipahami bahwa hal tersebut mengajukan suatu
kriteria tertentu tentang bagaimana sesorang harus bertindak dalam situasi-situasi
etis. Dalam pengajukan kriteria norma tersebut, teori etika akan memberikan
semacam pernyataan yang secara normatif mengandung makna seperti “Fulan
seharusnya melakukan X” atau “Fulan seharusnya tidak melakukan X”.
2.4.2 Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori
etika secara lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada domain
privat atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati dan
lain-lain. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis
dan etika lingkungan. Secara umum ada dua fitur yang diperlukan supaya sebuah
permasalahan dapat dianggap sebagai masalah etika terapan.
Pertama, permasalahan tersebut harus kontroversial
dalam arti bahwa ada kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan
permasalahan moral. Masalah pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika
terapan karena semua orang setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak
bermoral. Sebaliknya, isu kontrol senjata akan menjadi masalah etika terapan
karena ada kelompok yang mendukung dan kelompok yang menolak terhadap isu
kontrol senjata.
2.4.3 Etika Deskriptif
Etika
deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap ‘etis’ oleh
individu atau masyarakat. Dengan begitu, etika deskriptif bukan sebuah etika
yang mempunyai hubungan langsung dengan filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk
studi empiris terkait dengan perilaku-perilaku individual atau kelompok. Tidak
heran jika etika deskriptif juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang
membandingkan antara apa yang dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat
dengan individu atau masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di
masa lalu dengan masa sekarang. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk
menggambarkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai
bernilai etis serta apa kriteria etis yang digunakan untuk menyebut seseorang
itu etis atau tidak.
2.4.4 Metaetika
Metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral.
Fokus dari metaetika adalah arti atau makna dari pernyataan-pernyataan yang ada
di dalam etika. Dengan kata lain, metaetika merupakan kajian tingkat kedua dari
etika. Artinya, pertanyaan yang diajukan dalam metaetika adalah apa makna jika
kita berkata bahwa sesuatu itu baik?
Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara
untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana
kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan
bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna.
Perkembangan metaetika awalnya merupakan jawaban atas
tantangan dari Positivisme Logis yang berkembang pada abad 20-an. Kalangan
pendukung Positivisme Logis berpendapat bahwa jika tidak bisa memberikan bukti
yang menunjukkan sebuah pernyataan itu benar, maka pernyataan itu tidak
bermakna. Ketika prinsip dari Positivisme Logis juga diujikan kepada
pernyataan-pernyataan etis, maka pernyataan-pernyataan itu harus berdasarkan
bukti. Ringkasnya, jika tidak ada bukti, maka tidak ada makna.
2.5 Konsepsi Etika
Terminologi etika berasal dari bahasa Yunani “ethos”.
Artinya: “custom” atau kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah
laku manusia. Etika berbeda dengan etiket. Jika etika berkaitan dengan moral,
etiket hanya bersentuhan dengan urusan sopan santun. Belajar etiket berarti
belajar bagaimana bertindak dalam cara-cara yang sopan; sebaliknya belajar
etika berarti belajar bagaimana bertindak baik.
Kata etiket berasal dari kata Perancis etiquette yang
diturunkan dari kata Perancis estiquette (= label tiket ; estiqu [ I ] er =
melekat). Etiket didefinisikan sebagai cara-cara yang diterima dalam suatu
masyarakat atau kebiasaan sopan-santun yang disepakati dalam lingkungan
pergaulan antar manusia. Etiket yang menyangkut tata cara kenegaraan disebut
protokol (protocol [ Prancis ] ; protocollum [ Latin ]). Etiket antara lain
menyangkut cara berbicara, berpakaian, makan, menonton, berjalan, melayat,
menelpon dan menerima telepon, bertamu, dan berkenalan. Konsep-konsep dasar
etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu yang mempelajari tentang
tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati
seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau kesalahan
dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
2.6 Contoh Kasus
2.6.1 Pelanggaran Etika Bisnis oleh PT. Indofood (Indomie)
2.6.1.1 Pendahuluan
Indomie adalah merek
produk mi instan dari Indonesia. Di Indonesia, Indomie diproduksi oleh PT.
Indofood Sukses Makmur Tbk. Selain dipasarkan di Indonesia, Indomie juga
dipasarkan secara cukup luas di manca negara, antara lain di Amerika Serikat,
Australia, berbagai negara Asia dan Afrika serta negara-negara Eropa, hal ini
menjadikan Indomie sebagai salah satu produk Indonesia yang mampu menembuspasar
internasional . Di Indonesia sendiri, sebutan "Indomie" sudah umum
dijadikan istilah generik yang merujuk kepada mi instan.Namun pemasaran Indomie
ke luar negeri bukannya tanpa masalah, di Taiwan sempat terjadi masalah ketika
produk Indomie ditarik dari pasaran, berikut ini penjelasannya “Pihak berwenang
Taiwan pada tanggal 7 Oktober 2010 mengumumkan bahwa Indomie yang dijual di
negeri mereka mengandung dua bahan pengawet yang terlarang, sehingga dilakukan
penarikan semua produk mi instan "Indomie" dari pasaran Taiwan.
Selain di Taiwan, dua jaringan supermarket terkemuka di Hong Kong untuk
sementara waktu juga tidak menjual mi instan Indomie.
2.6.1.2 Permasalahan
Berdasarkan pendahuluan di
atas ada dua sudut pandang yang muncul, yaitu
1.
PT. Indofood Sukses
Makmur,Tbk Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis, karena pada produk indomie
yang diproduksi oleh perusahaan mengandung dua zat berbahaya yaitu methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) dimana
dua zat tersebut seharusnya hanya untuk kosmetik bukan untuk makanan.
Perusahaan telah melanggar prinsip etika dalam berbisnis yaitu prinsip
keadilan, dan prinsip saling menguntungkan, dimana perusahaan hanya mementingkan
keuntungan semata tanpa memikirkan para konsumen yang mengonsumsi mie instan
yang mengandung zat berbahaya.
2.
PT. Indofood Sukses
Makmur,Tbk Tidak Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis, kasus Indomie yang mendapat
larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet
yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung
dalam indomie adalah methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya
boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak
Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari
peredaran.
Tanggal 9 Juni 2010, Food and Drugs
Administration (FDA) Taiwan melayangkan surat teguran kepada Kantor Dagang dan
Ekonomi Indonesia di Taiwan karena produk tersebut tidak sesuai dengan
persyaratan FDA. Dalam surat itu juga dicantumkan tanggal pemeriksaan indomie
dari Januari-20 Mei 2010 terdapat bahan pengawet yang tidak diizinkan di Taiwan
di bumbu Indomie goreng dan saus barberque.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota
DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah.
"Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk
Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini," kata Ketua
Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie
ini bisa terjadi, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih
dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi
kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung didalam Indomie yaitu methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet
yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini
umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk
produk kosmetik sendiri pemakaian nipaginini dibatasi maksimal 0,15%.Ketua
BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus
Indomie ini.
Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie
mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan
tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan
aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.Tetapi bila kadar
nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mgper
kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan
lainkecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa
mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit
kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan
anggota Codex Alimentarius Commision,produk Indomie sudah mengacu kepada
persyaratan Internasional tentang regulasi mutu,gizi dan kemanan produk pangan.
Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec.Produk Indomie yang dipasarkan
diTaiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia.
Kesimpulan dari sudut pandang ini, perusahaan
tidak melakukan pelanggaran etika bisnis sebab perusahaan sudah mengikuti
standar yang ditetapkan, sebab perusahaan dalam hal penggunaan zat tersebut
masih dalam tahap wajar.
2.6.1.3 Pembahasan Masalah
Indofood merupakan salah
satu perusahaan global asal Indonesia yang produk-produknya banyak di ekspor ke
negara-negara lain. Salah satunya adalah produk mi instan Indomie. Di Taiwan
sendiri, persaingan bisnis mi instant sangatlah ketat, disamping
produk-produkmi instant dari negara lain, produk mi instant asal Taiwan pun
banyak membanjiripasar dalam negeri Taiwan.Harga yang ditwarkan oleh Indomie
sekitar Rp1500, tidak jauh berbeda dari harga indomie di Indonesia, sedangkan
mi instan asal Taiwan dijual dengan harga mencapai Rp 5000 per bungkusnya.
Disamping harga yang murah, indomie juga memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan produk mi instan asal Taiwan, yaitu memiliki berbagai
varian rasa yang ditawarkan kepada konsumen. Dan juga banyak TKI/W asal
Indonesia yang menjadi konsumen favorit dari produk Indomie selain karena
harganya yang murah juga mereka sudah familiar dengan produk Indomie.Tentu saja
hal itu menjadi batu sandungan bagi produk mi instan asal Taiwan, produkmereka
menjadi kurang diminati karena harganya yang mahal. Sehingga disinyalir pihak
perindustrian Taiwan mengklain telah melakukan penelitian terhadap produk
Indomie, dan menyatakan bahwa produk tersebut tidak layak konsumsi karena
mengandung beberapa bahan kimia yang dapat membahayakan bagi kesehatan.
Hal tersebut sontak
dibantah oleh pihak PT. Indofood selaku produsen Indomie. Mereka menyatakan
bahwa produk mereka telah lolos uji laboratorium denganhasil yang dapat
dipertanggungjawabkan dan menyatakan bahwa produk indomie telah diterima dengan
baik oleh konsumen Indonesia selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Dengan
melalui tahap-tahap serangkaian tes baik itu badan kesehatan nasional maupun
internasional yang sudah memiliki standarisasi tersendiri terhadap
penggunaan bahan kimia dalam makanan, indomie dinyatakan lulus uji kelayakan
untuk dikonsumsi.Dari fakta tersebut, disinyalir penarikan produk Indomie dari
pasar dalam negeri Taiwan disinyalir karena persaingan bisnis semata, yang
mereka anggap merugikan produsen lokal.Yang menjadi pertanyaan adalah
mengapatidak sedari dulu produk indomie dibahas oleh pemerintah Taiwan, atau
pemerintah melarang produk Indomie masuk pasar Taiwan?. Melainkan mengklaim
produk Indomie berbahaya untuk dikonsumsi padasaat produk tersebut sudah
menjadi produk yang diminati di Taiwan.
Dari kasus tersebut
dapat dilihat bahwa ada persainag bisnis yang telah melanggar etika dalam
berbisnis.Hal-hal yang dilanggar terkait kasus pelanggaran etika bisnis pada
perusahaan PT Indofood secara hukum :
1.
Undang-undang nomor 8 tahun
1999 pasal 3 F yang berisi meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang/jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan
konsumen
2.
Undang-undang nomor 8 tahun
1999 pasal 4 A tentang hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/jasa·Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 8 yang
berisi “pelaku usaha dilarang untuk memperdagangkan barang yang rusak, cacat
atau bekas dan tercemar dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap
dan benar atas barang yang dimaksud.
2.6.1.4 SOLUSI PERLINDUNGAN KONSUMEN
Solusi dalam pelanggaran
akan etika bisnis dalam hal perlindungan konsumen pada kasus yang dialami
perusahaan :
1.
Dalam Undang-undang pasal
62 disebutkan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17, ayat
(1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e,, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
2.
Terhadap sanksi pidana
sebagaimana dalam pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa :
a.
Perampasan barang tertentu;
b.
Pengumuman putusan hakim;
c.
Pembayaran ganti rugi;
d.
Perintah penghentian
kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian
konsumen;
e.
Kewajiban penarikan barang
dari peredaran; atau
f.
Pencabutan izin usaha.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Dari kasus indomie di
Taiwan dapat dilihat sebagai contoh kasus dalam etika bisnis. Dimana terjadi
kasus yang merugikan pihak perindustrian Taiwan yang produknya kalah bersaing
dengan produk dari negara lain, salah satunya adalah Indomie yang berasal dari
Indonesia. Taiwan berusaha menghentikan pergerakan produk Indomie di Taiwan,
tetapi dengan cara yang berdampak buruk bagi perdagangan Global.
Tetapi
jika dilihat dari sudut pandang lain, dapat disimpulkan bahwa PT.Indofood tidak
melakukan pelanggaran etika bisnis dan hanyalah kesalahpahaman antara pihak
Taiwan dan Indonesia. Masalah tersebut bertambah karena produk indomie yang di
pasarkan di Taiwan seharusnya untuk di konsumsi di Indonesia bukan di Taiwan,
sehingga terjadilah kasus penarikan produk Indomie di pasaran Taiwan karena
standar yang di tetapkan Taiwan dengan Indonesia berbeda
DAFTAR PUSTAKA
http://vickyanggraini18.blogspot.in/2014/10/etika-bisnis-pada-pt-indofood.html. Diakses
pada tanggal 27 Maret 2016.
Diakses pada tanggal 27 Maret 2016.
Diakses pada tanggal 11 Maret 2020.
Komentar
Posting Komentar