Prinsip Etika dalam Bisnis serta Etika dan Lingkungan (Penulisan Etika Bisnis Materi 2) - 3EA01

TUGAS PENULISAN

ETIKA BISNIS

PRINSIP ETIKA DALAM BISNIS SERTA ETIKA DAN LINGKUNGAN


DOSEN: DR. HERRY SUSSANTO, SE., MM.

DISUSUN OLEH:
NAILA KHAIRUNNISA (14217402)



STUDI KASUS PT. GUDANG GARAM



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Pada dasarnya, setiap pelaksanaan bisnis seyogyanya harus menyelaraskan proses bisnis tersebut dengan etika bisnis yang telah disepakati secara umum dalam lingkungan tersebut. Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, dan masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional. Sebenarnya terdapat beberapa prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan pedoman bagi setiap bentuk usaha.
Oleh karena itu, pada kali ini saya akan membahas tentang prinsip etika dalam bisnis serta etika dan lingkungan.

1.2               Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka kami mendapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
                  1.      Bagaimana prinsip-prinsip etika bisnis?
                  2.      Bagaimana hak dan kewajiban?
                  3.      Bagaimana teori etika lingkungan
                  4.      Bagaimana prinsip etika di lingkungan hidup?

1.3              Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk :
1.      Mengetahui prinsip-prinsip etika bisnis
2.       Mengetahui hak dan kewajiban
3.       Mengetahui teori etika lingkungan
4.      Mengetahui prinsip etika di lingkungan hidup

  
BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
Secara umum etika bisnis merupakan acuan cara yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, etika bisnis memiliki prinsip-prinsip umum yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan bisnis yang dimaksud. Adapun prinsip prinsip etika bisnis tersebut sebagai berikut :
            2.1.1       Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi dalam etika bisnis adalah bahwa perusahaan secara bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi yang dipunyainya. 
Dalam prinsip otonomi etika bisnis lebih diartikan sebagai kehendak dan rekayasa bertindak secara penuh berdasar pengetahuan dan keahlian perusahaan dalam usaha untuk mencapai prestasi-prestasi terbaik sesuai dengan misi, tujuan dan sasaran perusahaan sebagai kelembagaan. Disamping itu, maksud dan tujuan kelembagaan ini tanpa merugikan pihak lain atau pihak eksternal.
Dalam pengertian etika bisnis, otonomi bersangkut paut dengan kebijakan eksekutif perusahaan dalam mengemban misi, visi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran, kesejahteraan para pekerjanya ataupun komunitas yang dihadapinya. Otonomi disini harus mampu mengacu pada nilai-nilai profesionalisme pengelolaan perusahaan dalam menggunakan sumber daya ekonomi. Kalau perusahaan telah memiliki misi, visi dan wawasan yang baik sesuai dengan nilai universal maka perusahaan harus secara bebas dalam arti keleluasaan dan keluwesan yang melekat pada komitmen tanggung jawab yang tinggi dalam menjalankan etika bisnis.
Dua perusahaan atau lebih sama-sama berkomitmen dalam menjalankan etika bisnis, namun masing-masing perusahaan dimungkinkan menggunakan pendekatan berbeda-beda dalam menjalankannya. Sebab masing-masing perusahaan dimungkinkan menggunakan pendekatan berbeda-beda dalam menjalankannya. Sebab masing-masing perusahaan memiliki kondisi karakter internal dan pendekatan yang berbeda dalam mencapai tujuan, misi dan strategi meskipun dihadapkan pada kondisi dan karakter eksternal yang sama. Namun masing-masing perusahaan memiliki otoritas dan otonomi penuh untuk menjalankan etika bisnis.
Oleh karena itu konklusinya dapat diringkaskan bahwa otonomi dalam menjalankan fungsi bisnis yang berwawasan etika bisnis ini meliputi tindakan manajerial yang terdiri atas : (1) dalam pengambilan keputusan bisnis, (2) dalam tanggung jawab kepada : diri sendiri, para pihak yang terkait dan pihak-pihak masyarakat dalam arti luas.
Contoh prinsip otonomi dalam etika binis : Perusahaan tidak tergantung pada pihak lain untuk mengambil keputusan tetapi perusahaan memiliki kekuasaan tertentu sesuai dengan misi dan visi yang diambilnya dan tidak bertentangan dengan pihak lain.
2.1.2    Prinsip kejujuran
Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan berhasil jika dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap karyawan, konsumen, para pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis ini. Prinsip yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini terutama dalam pemakai kejujuran terhadap diri sendiri. Namun jika prinsip kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu dijalankan oleh setiap manajer atau pengelola perusahaan maka pasti akan terjamin pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap semua pihak terkait.
2.1.3    Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk mengukur bisnis menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan bisnis. Para pihak ini terklasifikasi ke dalam stakeholder. Oleh karena itu, semua pihak ini harus mendapat akses positif dan sesuai dengan peran yang diberikan oleh masing-masing pihak ini pada bisnis. Semua pihak harus mendapat akses layak dari bisnis. Tolak ukur yang dipakai menentukan atau memberikan kelayakan ini sesuai dengan ukuran-ukuran umum yang telah diterima oleh masyarakat bisnis dan umum.
Contoh prinsip keadilan dalam etika bisnis : Dalam alokasi sumber daya ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan harga yang layak bagi para konsumen, menyepakati harga yang pantas bagi para pemasok bahan dan alat produksi, mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik perusahaan dan lain-lain.

2.1.4    Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri
Pinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis merupakan prinsip tindakan yang dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu sendiri. Dalam aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat merupakan cermin diri bisnis yang bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan kontribusi yang menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon sama. Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang tidak menyenangkan maka masyarakat tentu tidak menyenangi terhadap bisnis yang bersangkutan. Namun jika para pengelola perusahaan ingin memberikan respek kehormatan terhadap perusahaan, maka lakukanlah respek tersebut para pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Segala aspek aktivitas perusahaan yang dilakukan oleh semua armada di dalam perusahaan, senantiasa diorientasikan untuk memberikan respek kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Dengan demikian, pasti para pihak ini akan memberikan respek yang sama terhadap perusahaan.
Contoh prinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis : Manajemen perusahaan dengan team wornya memiliki falsafah kerja dan berorientasikan para pelanggan akan makin fanatik terhadap perusahaan. Demikian juga, jika para manajemennya berorientasikan pada pemberian kepuasan kepada karyawan yang berprestasi karena sepadan dengan prestasinya maka dapat dipastikan karyawan akan makin loya terhadap perusahaan.

2.2              Hak Dan Kewajiban
Setiap karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut : kewajiban dalam mencari mitra (rekanan) bisnis yang cocok yang bisa diajak untuk bekerjasama, saling menguntungkan diantara kedua belah pihak dalam pencapaian tujuan yang telah disepakati bersama demi kemajuan perusahaan, menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang terwujud dalam perilaku dan sikap dari setiap karyawan terhadap mitra bisnisnya, bila tujuan dalam perusahaan ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada setidaknya karyawan-karyawan tersebut telah melaksanakan kegiatan bisnisnya dengan suatu tindakan yang baik. Lalu bagian SDM perusahaan akan mencoba untuk menganalisis sebab timbulnya bisnis tidak sesuai dengan tujuan perusahaan, dan menemukan dimana terjadinya letak kesalahan serta mencari solusi yang tepat untuk menindak lanjuti kembali agar bisnis yang dijalankan dapat meningkat secara pesat seiring perkembangan waktu.
Bukan hanya kewajiban saja yang harus dijalankan, hak etika bisnispun juga sangat diperlukan, diantaranya : Hak untuk mendapatkan mitra (kolega) bisnis antar perusahan, hak untuk mendapatkan perlindungan bisnis, hak untuk memperoleh keuntungan bisnis, dan hak untuk memperoleh rasa aman dalam berbisnis. Selain itu dalam berbisnis setiap karyawan dalam suatu perusahaan juga dapat mementingkan hal-hal yang lebih utama, seperti : kepercayaan, keterbukaan, kejujuran, keberanian, keramahan, dan sifat pekerja keras agar terjalinnya bisnis yang saling menguntungkan diantara kedua belah pihak bisnis tersebut.
2.3       Teori Etika Lingkungan
Etika Lingkungan Hidup, berbicara mengenai hubungan antara manusia baik sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan juga hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung  atau tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.
Secara teoritis, terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, dan Deep Environmental Ethics. Ketiga teori ini juga dikenal sebagai Antroposentrisme, Biosentrisme, dan Ekosentrisme. (Sony Keraf: 2002)
2.3.1    Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
2.3.2     Biosentrisme
Biosentrisme jika di artikan secara kata perkata berasal dari gabungan kata Yunani “bio” yang berarti hidup dan kata latin “centrum” yang berarti pusat. tetapi jika di artikan secara harfiah Biosentrisme adalah suatu keyakinan bahwa kehidupan manusia memiliki hubungan yang sangat erat dengan kehidupan seluruh kosmos. Dalam Biosentrisme manusia dianggap sebagai salah satu makhluk hidup dari alam semesta yang mempunyai rasa saling ketergantungan dengan makhluk hidup lainnya di alam semesta. Biosentrisme merupakan teori yang memiliki suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang memiliki nilai tertinggi yang lepas dari kepentingan manusia. Jadi biosentrisme bertolak belakang dengan teori antroposentrisme yang menyatakan bahwa hanya manusia dan kepentingannya lah yang mempunyai nilai tertinggi. Teori biosentrisme juga dapat di katakan teori yang memiliki pandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya manusia saja.
2.3.3    Ekosentrisme
Ekosentrisme adalah merupakan lanjutan dari biosentrisme yang merupakan teori bahwa makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism).
Kedua teori Biosentrisme Dan Ekosentrisme sangat bertolak belakang dengan cara pandang teori antroposentrisme yang merupkan teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.
2.3.4    Teosentrisme
Teosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada teosentrism, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur hubungan manusia dengan lingkungan. Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini sudah ditekankan dalam suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), dimana dibahas hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan).
2.3.5     Zoosentrisme
Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.
2.3.6     Neo-Utilitarisme
Neo-Utilitarisme Lingkungan, neo-utilitarisme merupakan pengembangan etika utilitarisme Jeremy Bentham yang menekankan kebaikan untuk semua. Dalam konteks etika lingkungan maka kebaikan yang dimaksudkan, ditujukan untuk seluruh mahluk. Tokoh yang mempelopori etika ini adalah Peter Singer. Dia beranggapan bahwa menyakiti binatang dapat dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral.
2.3.7    Anti-Spesiesme
Anti-Spesiesme, Teori ini menuntut perlakuan yang sama bagi semua makhluk hidup, karena alasan semuanya mempunyai kehidupan. Keberlakuan prinsip moral perlakuan yang sama (equal treatment). Anti-spesiesme membela kepentingan dan kelangsungan hidup spesies yang ada di bumi. Dasar pertmbangan teori ini adalah aspek sentience, yaitu kemampuan untuk merasakan sakit, sedih, gembira dan seterusnya.Inti dari teori biosentris adalah dan seluruh kehidupan di dalamnya, diberi bobot dan pertimbangan moral yang sama.
2.3.8    Prudential And Instrumental Argument
                  Prudential and Instrumental Argument, Prudential Argument menekankan bahwa kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia tergantung dari kualitas dan kelestarian lingkungan. Argumen Instrumental adalah penggunaan nilai tertentu pada alam dan segala isinya, yakni sebatas nilai instrumental. Dengan argumen ini, manusia mengembangkan sikap hormat terhadap alam.
2.3.9    Non-Antroposentrisme
                  Non-antroposentrisme, Teori yang menyatakan manusia merupakan bagian dari alam, bukan di atas atau terpisah dari alam.
2.3.10  The Free And Rational Being
                  The Free and Rational Being, Manusia lebih tinggi dan terhormat dibandingkan dengan mahkluk ciptaan lain karena manusia adalah satu-satunya mahkluk bebas dan rasional, oleh karena itu Tuhan menciptakan dan menyediakan segala sesuatu di bumi demi kepentingan manusia. Manusia mampu mengkomunikasikan isi pikirannya dengan sesama manusia melalui bahasa. Manusia diperbolehkan menggunakan mahkluk non-rasional lainnya untuk mencapai tujuan hidup manusia, yaitu mencapai suatu tatanan dunia yang rasional.
2.3.11  Teori Lingkungan Yang Berpusat Pada Kehidupan
                              Teori Lingkungan yang Berpusat pada Kehidupan (Life-Centered Theory of Environment) Intinya adalah manusia mempunyai kewajiban moral terhadap alam yang bersumber dan berdasarkan pada pertimbangan bahwa, kehidupan adalah sesuatu yang bernilai. Etika ini diidasarkan pada hubungan yang khas anatara alam dan manusia, dan nilai yang ada pada alam itu sendiri.

2.4       Prinsip Etika di Lingkungan Hidup
                  Sebagai pegangan dan tuntunan bagi prilaku kita dalam berhadapan dengan alam , terdapat beberapa prinsip etika lingkungan yaitu :
      1.       Sikap Hormat terhadap Alam
     Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya.
      2.       Prinsip Tanggung Jawab
      Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu melainkan juga kolektif yang menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan isinya.
      3.       Prinsip Solidaritas
    Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan makluk hidup lainnya sehigga mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan.     
      4.      Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian
    Prinsip satu arah , menuju yang lain tanpa mengaharapkan balasan, tidak didasarkan kepada kepentingan pribadi tapi semata-mata untuk alam.
      5.       Prinsip “No Harm”
      Yaitu Tidak Merugikan atau merusak, karena manusia mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu.
      6.       Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
     Pola konsumsi dan produksi manusia modern harus dibatasi. Prinsip ini muncul didasari karena selama ini alam hanya sebagai obyek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia.
      7.        Prinsip Keadilan
     Prinsip ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari.
      8.       Prinsip Demokrasi
     Prinsip ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaan keanekaragaman sehingga prinsip ini terutama berkaitan dengan pengambilan kebijakan didalam menentukan baik-buruknya, tusak-tidaknya, suatu sumber daya alam.
      9.      Prinsip Integritas Moral
      Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan prilaku moral yang terhormat serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait dengan sumber daya alam.

2.5       Contoh Kasus Bisnis Dalam Lingkungan (PT. GUDANG GARAM)
Adapun kasus pelanggaran yang berkaitan dengan etika dalam bisnis khususnya dalam hal etika periklanan, yaitu kasus pelanggaran yang dilakukan oleh PT Gudang Garam (Tbk). Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berdasarkan tugas dan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), pengaduan masyarakat, pemantauan dan hasil analisis telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 pada Program Siaran Iklan Niaga rokok “Gudang Garam” yang ditayangkan oleh stasiun TV One pada tanggal 10 Mei 2014 pada pukul 19.43 WIB.
Program tersebut menampilkan iklan rokok di bawah pukul 21.30. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap perlindungan kepada anak-anak dan remaja serta larangan dan pembatasan muatan rokok. KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun  2012  Pasal 14 dan Pasal 43 serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 ayat (1), Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 59 ayat (1). Menurut catatan KPI Pusat, program ini telah menerima Surat Teguran Tertulis Pertama No.953/K/KPI/05/14 tertanggal 5 Mei 2014.
Berdasarkan pelanggaran di atas KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif Teguran Tertulis Kedua. Atas pelanggaran ini KPI Pusat akan terus melakukan pemantauan dan meningkatkan sanksi yang lebih berat jika tetap melanggar ketentuan jam tayang iklan rokok. Sesuai dengan PP Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta, penayangan iklan rokok disiang hari jelas melanggar pasal 21 ayat (3) Iklan Rokok pada lembaga penyelenggara penyiar radio dan televisi hanya dapat disiarkan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat dimana lembaga penyiaran tersebut berada. Kemudian juga sesuai dengan Etika Pariwara Indonesia menyatakan dalam wahana iklan melalui media televisi, yaitu iklan-iklan rokok dan produk khusus deawasa (intimate nature) hanya  boleh disiarkan  mulai  pukul  21.30  hingga  pukul  05.00 waktu setempat.

2.5.1    Pendapat Pakar
            Menurut Etika Pariwara Indonesia, “Iklan ialah pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat”.
Menurut Sony Keraf (1993 : 142), menyatakan bahwa dalam iklan kita dituntut untuk selalu mengatakan  hal  yang  benar  kepada konsumen tentang produk sambil memberikan konsumen bebas menentukan untuk membeli atau tidak membeli produk itu. Iklan dan pelaku periklanan harus :
1.      Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
2.      Bersaing secara sehat.
3.      Melindungi dan menghargai khalayak, tidak  merendahkan  agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan  hukum yang berlaku.

2.5.2    Analisis
Dari pendapat pakar tersebut, dapat diketahui bahwa pelaku periklanan harus melindungi dan menghargai khalayak. Iklan yang menyatakan kebenaran dan kejujuran adalah iklan  yang  beretika. Akan tetapi, iklan  menjadi  tidak  efektif, apabila  tidak mempunyai  unsur  persuasif. Akibatnya,  tidak  akan  ada  iklan  yang  akan menceritakan  the whole truth  dalam  pesan iklannya. Sederhananya,  iklan  pasti  akan mengabaikan informasi-informasi yang bila disampaikan kepada pemirsanya malah akan membuat pemirsanya tidak  tertarik  untuk menjadi konsumen produk atau jasanya. Di Indonesia, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika pada setiap perilaku kehidupan sehari-hari. Tentunya hal ini membuat para pelaku iklan juga harus mematuhi apa saja yang telah diatur dalam UU Penyiaran atau UU Pariwara Indonesia yang telah diatur agar sejalan dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat.
Pada kasus PT. Gudang Garam (Tbk), sebaiknya pelaku periklanan PT. Gudang Garam (Tbk) tidak menampilkan iklan rokok di bawah pukul 21.30, agar tidak melakukan pelanggaran terhadap perlindungan kepada anak-anak dan remaja serta larangan dan pembatasan muatan rokok. Pelaku iklan juga harus mematuhi apa saja yang telah diatur dalam UU Penyiaran atau UU Pariwara Indonesia yang telah diatur agar sejalan dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat. Seperti Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun  2012  Pasal 14 dan Pasal 43 serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 ayat (1), Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 59 ayat (1).

BAB III
PENUTUPAN

3.1       Kesimpulan
Etika bisnis merupakan acuan cara yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, etika bisnis memiliki prinsip-prinsip umum yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan bisnis yang dimaksud. Prinsip etika bisnis ada empat yaitu Prinsip otonomi, Prinsip kejujuran, Prinsip keadilan dan Prinsip hormat pada diri sendiri.
Menurut Prof. Dr. Notonagoro, Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Kewajiban adalah sesuatu yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Secara teoritis, terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, dan Deep Environmental Ethics. Ketiga teori ini juga dikenal sebagai Antroposentrisme, Biosentrisme, dan Ekosentrisme. (Sony Keraf: 2002)
Sebagai pegangan dan tuntunan bagi prilaku kita dalam berhadapan dengan alam , terdapat beberapa prinsip etika lingkungan yaitu : (1) Sikap Hormat terhadap Alam, (2) Prinsip Tanggung Jawab, (3) Prinsip Solidaritas, (4) Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian, (5) Prinsip “No Harm”, (6) Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam, (7) Prinsip Keadilan, (8) Prinsip Demokrasi, dan (9) Prinsip Integritas Moral.

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana, Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya Edisi Revisi, Salemba Empat, Edisi terbaru.
Sumber Internet:



Komentar

Postingan Populer