Jenis Pasar, Latar Belakang Monopoli, Etika dalam Pasar Kompetitif (Penulisan Etika Bisnis Materi 5) - 3EA01

TUGAS PENULISAN

ETIKA BISNIS

Jenis Pasar, Latar Belakang Monopoli, Etika dalam Pasar Kompetitif


DOSEN: DR. HERRY SUSSANTO, SE., MM.

DISUSUN OLEH:

NAILA KHAIRUNNISA (14217402)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1                   Latar Belakang
Pasar merupakan tulang punggung perekonomian masyakat, baik masyarakat yang berada dikalangan kelas bawah ataupun masyarakat yang berada di kalangan kelas atas. Pasar juga merupakan proses hubungan timbal antara penjual dan pembeli untuk mencapai kesepakatan harga dan jumlah suatu barang/jasa yang diperjualbelikan. Pasar merupakan perwujudan dari kegiatan ekonomi,pasar muncul karena pemenuhan akan kebutuhan semakin beragam.Pada awalnya dikenal dengan sistem barter disini melakukan pertukaran barang dengan barang lain,dari sini pasar terus berkembang dengan pesatnya sampai sekarang berbagai jenis pasar bermunculan dengan celah-celah ekonomi berdasarkan permintaan pasar. Dalam perkembangannya kita kenal pasar oligopoli dan monopoli sebagai bentuk bagian dari pasar saat ini.

1.2       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka kami mendapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.   Apa yang dimaksud pasar persaingan sempurna, monopoli dan oligopoli ?
2.   Bagaimana monopoli dan etika bisnis ?
3.   Bagaimana etika didalam pasar kompetitif ?
4.   Bagaimana kompetisi pada pasar ekonomi global ?

1.3       Tujuan Pembuatan Paper
Penulisan ini bertujuan untuk :
1.   Mengetahui  pasar persaingan sempurna, monopoli dan oligopoli
2.   Mengetahui monopoli dan etika bisnis
3.   Mengetahui etika didalam pasar kompetitif 
4. Mengetahui kompetisi pada pasar ekonomi global

1.4       Manfaat Pembuatan Paper
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar para pembaca khususnya para calon pebisnis memiliki dan mengerti akan wawasan yang utuh mengenai pasar persaingan sempurna, monopoli dan oligopoly, monopoli dan etika bisnis, etika didalam pasar kompetitif, kompetisi pada pasar ekonomi global sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kegiatan bisnis yang real di masyarakat pada umumnya.

1.5       Metode Pembuatan Paper
Kami membuat makalah ini dengan beberapa metode antara lain :
1.   Kepustakaan yaitu mencari buku-buku yang berkaitan dengan materi yang kami bahas.
2.   Pencarian ilmu dan teori yang berkaitan dengan materi yang kami bahas melalui Internet


BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pasar Persaingan Sempurna
Suatu pasar dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, barang yang didagangkan adalah barang homogen atau barang yang sama dan penjual tidak memiliki kebebasan dalam menentukan harga. Dalam pasar persaingan sempurna produsen bisa keluar dan masuk pasar dengan sangat mudah. Dilihat dari persaingan diuar harga, pasar persaingan sempurna tidak memiiki persaingan di luar harga.

2.2       Pasar Monopoli
Pasar monopoli merupakan suatu pasar yang hanya memiliki satu penjual saja sehingga pembeli tidak punya pilihan dan penjual memiliki pengaruh besar dalam perubahan harga. Dalam pasar monopoli hanya terdapat satu perusahaan atau penjual. Dan barang yang didagangkan pada pasar monopoli adalah barang yang unik atau langka.

2.3       Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli yaitu pasar yang hanya terdapat beberapa produsen di dalamnya yang saling mempengaruhi dan bersaing dalam kualitas barang. Pasar oligopoli memiliki sedikit perusahaan atau produsen. Dengan menghasilkan barang standar atau berbeda corak, dalam pasar oligopoli adakalanya produsen tangguh dan adakalanya lemah dalam memengaruhi harga serta cukup sulit bagi produsen untuk keluar masuk pasar.

2.4       Monopoli & Dimensi Etika Bisnis
Dari sisi etika bisnis, pasar monopoli dianggap kurang baik dalam mencapai nilai-nilai moral karena pasar monopoli tak teregulasi tidak mampu mencapai ketiga nilai keadilan kapitalis, efisiensi ekonomi dan juga tidak menghargai hak-hak negatif yang dicapai dalam persaingan sempurna.

2.5       Etika Di Dalam Pasar Kompetitif Sempurna
Pasar bebas kompetitif sempurna mencakup kekuatan-kekuatan yang mendorong pembeli dan penjual menuju apa yang disebut titik keseimbangan.
Dalam hal ini pasar dikatakan mampu mencapai tiga moral utama :
1. Mendorong pembeli dan penjual mempertukarkan barang dalam cara yang adil.
2. Memaksimalkan utilitas pembeli dan penjual dengan mendorong mereka mengalokasikan, menggunakan, dan mendistribusikan barang-barang dengan efisiensi sempurna.
3. Mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan suatu cara yang menghargai hak pembeli dan penjual untuk melakukan pertukaran secara bebas.

2.6       Kompetisi Pada Pasar Ekonomi Global
Kompetisi mempunyai pengertian adanya persaingan antara perusahaan untuk mencapai pangsa pasar yang lebih besar. Kompetisi antara perusahaan dalam merebutkan pelanggan akan menuju pada inovasi dan perbaikan produk dan yang pada akhirnya pada harga yang lebih rendah. Sebuah perusahaan yang memimpin pasar dapat dikatakan sudah mencapai keunggulan kompetisi. Kompetisi baik bagi perusahaan karena akan terus mendorong adanya inovasi, ketekunan dan membangun semangant tim. Sekalipun demikian, tidak selamanya kompetisi selalu baik karena kita harus memastikan bahwa para pesaing perusahaan kita tidak akan mencuri pelanggan kita.
Dalam pengertian sempit, kompetisi mempunyai pengertian perusahaan-perusahaan berusaha sekuat tenaga untuk membuat pelanggan membeli produk mereka bukan produk pesaing. Oleh karena itu, akan terdapat pihak yang menang dan yang kalah. Dalam pengertian luas sebagaimana sudah disebutkan di atas, kompetisi merupakan usaha organisasi bisnis dalam memperoleh pangsa pasar yang lebih besar dan lebih sukses dibandingkan dengan pesaingnya. Ada tiga model kompetisi dalam dunia bisnis, yaitu: kompetisi manufaktur, kompetisi penjualan dan model-model kompetisi.
Jadi Indonesia memiliki daya atau kemampuan saing untuk berkompetisi dalam pasar global. Belum lagi faktor-faktor lain yang tidak diuraikan dalam. Jika ingin mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengekspansi sayap-sayapnya pada skala ASEAN pada MEA dan AFTA 2015 (untuk jangka pendek), maupun pada skala global (untuk jangka panjang), beberapa hal yang tertinggal terlebih dahulu harus dikejar dan dibenahi secara makro. Pertama, membentuk SDM yang kuat dan profesional. Kedua, dalam rangka peningkatan produktivitas dan efisiensi, teknologi-teknologi sebagai alat produksi perlu dimutakhirkan, dengan harapan bisa menurunkan biaya produksi.

2.6       Contoh Kasus Pelanggaran Etika Dalam Pasar Monopoli
2.6.1    Kasus PT Carrefour Indonesia
Carrefour Indonesia memanfaatkan situasi  penegakan hukum UU praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini masih lemah, dan kelemahan tersebut ”dimanfaatkan” oleh  pihak CARREFOUR Indonesia untuk melakukan ekspansi bisnis dengan mengakuisisi PT Alfa Retailindo Tbk. Dengan mengakuisisi 75 persen saham PT Alfa Retailindo Tbk dari Prime Horizon Pte Ltd dan PT Sigmantara Alfindo. Berdasarkan laporan yang masuk ke KPPU, pangsa pasar Carrefour untuk sektor ritel dinilai telah melebihi batas yang dianggap wajar, sehingga berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. 
            Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999, yang memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan posisi dominan.  Dampak adanya penyalahgunaan hak akuisisi pada PT Alfa Retailindo Tbk yang mengakibatkan :
1.    Kenaikan pangsa pasar dari 46,03% pada 2007 menjadi 57,99% pada 2008. 
2.    Terjadinya peningkatan dan pemaksaan potongan – potongan harga pembelian dari pemasok. 
3.    Pasal 17 berisi tentang pelarangan menguasai alat produksi dan penguasaan barang yang bisa memicu terjadinya praktik monopoli. Sedangkan Pasal 25 Ayat 1 berisi tentang posisi dominan dalam menetapkan syarat-syarat perdagangan.

Pasal yang dilanggar :
1.    Pasal 17 ayat 2
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a.  Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. 

2. Pasal 20
Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual beli atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 

3. Pasal 25 ayat 1 huruf a
Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk :
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau
menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas.

4. Pasal 28
a. Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.Pelaku usaha dilaragg melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat
b.      Mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
c.   Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah.

    2.6.2      Kasus PT PLN
Kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.
Konsep teori etika deontologi ini mengemukakan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak secara baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang baik dari pelaku.
Dalam kasus ini, PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dalam kasus ini, monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.
Etika utilitarianisme adalah teori etika yang menilai suatu tindakan itu etis apabila bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena merek.

      2.6.3    Kasus PT Pertamina
Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PERTAMINA adalah:
1.   Fungsi PT. PERTAMINA sebagai pengkilang, distribusi, dan penjual minyak. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pengkilangan minyak. Sementara untuk distribusi dan penjualan tetap ditangani PT. PERTAMINA. Saat ini telah ada 30 Independent Power Producer di Indonesia. Tetapi dalam menentukan harga minyak yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PERTAMINA sendiri.
2.   Krisis minyak memuncak saat PT. Perusahaan tambang minyak Negara (PT. PERTAMINA) memberlakukan kenaikan harga pembelian bahan bakar minyak (BBM) premium  di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 20-29 agustus 2009. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PERTAMINA berdalih kenaikan dilakukan akibat pasokan cadangan minyak bumi yang semakin parah karena adanya gangguan pendistribusian dan persedian minyak bumi.

           Dikarenakan PT. PERTAMINA memonopoli minyak nasional, kebutuhan minyak masyarakat sangat bergantung pada PT. PERTAMINA, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan minyak masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan minyaknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi kelangkaan BBM secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.

a.        Monopoli PT. PERTAMINA ditinjau dari teori etika deontology
Konsep teori etika deontologi ini mengemukakan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak secara baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang baik dari pelaku.
Dalam kasus ini, PT. Perusahaan tambang minyak negara sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan minyak nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. PERTAMIN belum mampu memenuhi kebutuhan minyak secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.

b.        Monopoli PT. PERTAMINA ditinjau dari teori etika teleologi
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dalam kasus ini, monopoli di PT. PERTAMINA terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PERTAMINA dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.

c.         Monopoli PT. PERTAMINA ditinjau dari teori etika utilitarianisme
Etika utilitarianisme adalah teori etika yang menilai suatu tindakan itu etis apabila bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Tindakan PT. PERTAMINA bila ditinjau dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan minyak sangat bergantung pada PT. PERTAMINA.

      2.6.4   Kesimpulan Kasus
Dari contoh kasus yang sudah dibahas didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1.  Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
        a.       Pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri untuk tidak mendapatkan                   keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain.
        b.      Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat.
        c.       Pelaku bisnis hendaknya menciptakan persaingan bisnis yang sehat. 
        d.      Pelaku bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu             memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang.
        e.       Pelaku bisnis harus konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati                         bersama.
2. Berkaca dari beberapa contoh kasus di atas, kita dapat melihat etika dan bisnis sebagai dua hal yang berbeda. Memang, beretika dalam berbisnis tidak akan memberikan keuntungan dengan segera, karena itu para pelaku bisnis harus belajar untuk melihat prospek jangka panjang.
3.  Dari pembahasan pada kasus PT Pertamina dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan tambang minyak negara telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PERTAMINA ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.


BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Pasar merupakan proses hubungan timbal antara penjual dan pembeli untuk mencapai kesepakatan harga dan jumlah suatu barang/jasa yang diperjualbelikan. Pasar merupakan perwujudan dari kegiatan ekonomi, pasar muncul karena pemenuhan akan kebutuhan semakin beragam.



DAFTAR PUSTAKA



Komentar

Postingan Populer