Perspektif Etika Bisnis dalam Ajaran Islam dan Barat, Etika Profesi (Penulisan Etika Bisnis Materi 7) - 3EA01
TUGAS PENULISAN
ETIKA BISNIS
Perspektif Etika Bisnis dalam Ajaran Islam dan Barat, Etika Profesi
DOSEN: DR. HERRY SUSSANTO, SE., MM.
DISUSUN OLEH:
NAILA KHAIRUNNISA (14217402)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia bisnis Indonesia tengah mengalami proses
perubahan. Arus globalisasi yang semakin deras tengah menekan dunia bisnis
Indonesia untuk mengadopsi standar-standar pengelolaan bisnis secara
internasional. Sustainable development maupun green business merupakan isu yang
semakin berkembang. Masyarakat dunia semakin peduli akan kelestarian
lingkungan. Keseimbangan dunia bisnis dan lingkungan harus bisa dicapai.
Ecolabeling merupakan salah satu contoh usaha masyarakat untuk menyelamatkan
lingkungan dari ancaman dunia bisnis.
Dunia bisnis akan bisa survive jika mereka dapat
menjaga keseimbangan dirinya dan lingkungannya. Profit bukanlah semata – mata
tujuan yang harus selalu diutamakan. Dunia bisnis juga harus berfungsi sosial
dan harus dioperasikan dengan mengindahkan etika – etika yang berlaku
dimasyarakat. Para pengusaha juga harus menghindar dari upaya yang
menyalagunakan segalah cara untuk mengejar keuntungan pribadi semata tanpa
peduli berbagai akibatyang merugikan pihak lain, masyarakat luas, bahkan
merugikan bangsa dan negara.
Etika dalam istilah umum adalah ukuran perilaku yang
baik. Bahkan ada yang berpendapat bahwa islam itu akhlak karena mengatur semua
perilaku kita, mulai dari tidur sampai bangun kembali bahkan sampai pada
ekonomi, bisnis dan politik. Etika atau moral dalam bisnis merupakan buah dari
keimanan, keislaman dan ketakwaan yang didasarkan pada keyakinan akan kebenaran
Allah SWT. Islam diturunkan Allah pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki akhlak
atau etika yang baik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka kami mendapatkan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud aspek etika bisnis islam ?
2. Apa yang dimaksud Teori ethical egoism ?
3. Apa yang dimaksud Teori relativisme ?
5. Apa yang dimaksud Pengertian profesi ?
6. Apa yang dimaksud Kode etik ?
7. Apa yang dimaksud Prinsip etika profesi ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud aspek etika
bisnis islam
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Teori ethical
egoism
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Teori
relativisme
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Konsep
deontology
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Pengertian
profesi
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Kode etik
7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Prinsip etika
profesi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aspek Etika Bisnis Islam
Secara etimologi kata etika bersasal dari Yunani yang
dalam bentuk tunggal yaitu ethos dan dalam bentuk jamaknya yaitu ta etha.
“Ethos” yang berarti sikap cara berpikir, watak kesusilaan atau adat. Kata ini
identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata latin “mos” yang dalam
bentuk jamaknya Mores yang berarti juga adat atau cara hidup. Jadi secara
etimologis, etika adalah ajaran atau ilmu tentang adat kebiasaan yangb erkenaan
dengan kebiasaan baik atau buruk, yang diterima umum mengenai sikap, perbuatan,
kewajiban dan sebagainya.
Kata bisnis berasal dari bahasa Inggris, yaitu
business (Plural business). Mengandung sejumlah arti diantaranya : Commercial
activity involving the exchange of moner for goods or services – Usaha
komersial yang menyangkut soal penukaran uang bagi produsen dan distributor
(goods) atau bidang jasa (services).
A.
Etika dalam Perspektif Barat
Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika
yang akan dibahas, antara lain :
1. Teleologi
Teori yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill ini
mendasarkan pada dua konsep yakni :
• konsep Utility (manfaat) yang kemudian disebut
Utilitarianisme. artinya, pengambilan keputusan etika yang ada pada konsep ini
dengan menggunakan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai
hasil akhirnya. Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah sesuatu
yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi
banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis ketika sesuatu
itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
• Teori Keadilan Distribusi (Distribitive Justice)
atau keadilan yang berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah
perbuatan itu dinilai etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang dan
jasa berdasarkan pada konsep Fairness. Yakni konsep yang memiliki nilai dasar
keadilan. Dalam hal ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada
pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini berfokus
pada metode distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya,
sumbangan sosialnya dan sesuai jasanya, dengan ukuran hasil yang dapat
meningkatkan kerjasama antar anggota masyarakat.
2. Deontologi
Berasal
dari bahasa yunani Deon yang berarti kewajiban/ Sesuatu yang harus dilakukan.
Etika deontology ini lebih menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak
secara baik menurut teori ini tindakan baik bukan berarti harus mendatangkan
kebaikan namun berdasarkan baik pada dirinya sendiri jikalau kita bisa katakan
ini adalah mutlak harus dikerjakan tanpa melihat berbagai sudut pandang. Konsep
ini menyiratkan adanya perbedaan kewajiban yang hadir bersamaan. Artinya ada
sebuah persoalan yang kadang baik dilihat dari satu sisi, namun juga terlihat
buruk dari sudut pandang lain. Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini
mengatakan bahwa keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan
prinsip-prinsip universal, bukan "hasil" atau "konsekuensi"
seperti yang ada dalam teori teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya
tapi mengikuti suatu prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik. Dalam
teori ini terdapat dua konsep, yaitu :
• Teori Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari teori
ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara universal benar atau diterima,
akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini
adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia
sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur,
mura hati, dsb sebagai keseluruhan.
• Hukum Abadi (Eternal Law), dasar dari teori ini
adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.
3. Hybrid Dalam
teori ini terdapat lima teori, meliputi :
• Personal
Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick, dimana perbuatan
etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun dengan keadilan
atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-pilihan yang ada
(diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya bahwa moralitas akan
tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
•
Ethical Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu
dilakukan sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan ini
bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa ketenaran, keluarga
bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun yang dianggap penting oleh pengambil
keputusan.
•
Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul
Sartre. Menurutnya, standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada
perbuatan yang benar-benar salah ataua benar-benar benar atau sebaliknya.
Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai karena manusia adalah apa
yang ia inginkan dirinya menjadi.
•
Relativisme
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat
relatif, jawaban dari etika itu tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran
teori ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan perbuatan
etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri dan berbeda setiap
budaya dan negara.
•
Teori Hak (right)
Nilai dasar yang dianut dalam teori in adalah
kebebasan. Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap kebebasan
memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat ditawar.
B.
Etika dalam Perspektif Islam
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis
sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat
dengan manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat
meletakkan "Akal" sebagai dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan
"Al-Qur'an" sebagai dasar kebenaran. Berbagai teori etika Barat dapat
dilihat dari sudut pandang Islam, sebagai berikut :
1. Teleologi Utilitarian dalam Islam adalah hak
individu dan kelompok adalah penting dan tanggungjawab adalah hak perseorangan.
2. Distributive Justice dalam Islam adalah Islam
mengajarkan keadilan. Hak orang miskin berada pada harta orang kaya. Islam
mengakui kerja dan perbedaan kepemilikan kekayaan.
3. Deontologi dalam Islam adalah Niat baik tidak
dapat mengubah yang haram menjadi halal. Walaupun tujuan, niat dan asilnya
baik, akan tetapi apabila caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.
4. Eternal Law dalam Islam adalah Allah
mewajibkan manusia untuk mempelajari dan membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya
harus dilakukan dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan
duniawi yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.
5. Relativisme dalam Islam adalah perbuatan
manusia dan nilainya harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip
konsultasi dengan pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan tidak ada tempat
bagi egoisme dalam Islam.
6. Teori Hak dalam Islam adalah menganjurkan
kebebasan memilih sesuai kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan.
Kebebasan tanpa tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan tanggungjawab kepada
Allah adalah hak individu.Sistem saluran pemasaran (marketing channel system)
adalah sekelompok saluran pemasaran tertentu yang digunakan oleh sbuah
perusahaan dan keputusan tentang system ini merupakan salah satu merupakan
keputusan terpenting yang dihadapi oleh manajemen. Salah satu peran utama
saluran pemasaran adalah mengubah pembeli potensial menjadi pelanggan yang
menguntungkan. Saluran pemasaran tidak hanya melayani pasar, tetapi mereka juga
harus membentuk pasar.
•
Berikut ini ada 5 ketentuan umum etika berbisnis dalam Islam :
1. Kesatuan
(Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagai mana
terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek
kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan
yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang
menyeluruh. Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi,
dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika
dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu
persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2. Keseimbangan
(Equilibrium/Adil)
Islam sangat
mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang
atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau
menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Dalam beraktivitas di
dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali
pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat
Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil lebih
dekat dengan takwa.”
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis
islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan
individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong
manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang
dimilikinya.
4. Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil
dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggung jawaban dan
akuntabilitas. Untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu
mempertaggung jawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat
dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan
oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya. 5.
Kebenaran:kebajikan dan kejujuran Kebenaran dalam kontek sini selain mengandung
makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan
dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap
dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau
memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau
menetapkan keuntungan. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai
bagian dari peradaban. Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan
manusia, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat
meletakkan “Akal” sebagai dasar kebenarannya. Maka, Islam meletakkan
“Al-Qur’an” sebagai dasar kebenaran.
2.2 Teori Ethical Egoism Teori
Ethical Egoism
Teori ini hanya
melihat diri pelaku sendiri, yang mengajarkan bahwa benar atau salah dari suatu
perbuatan yang dilakukan seseorang, diukur dari apakah hal tersebut mempunyai
dampak yang baik atau buruk terhadap orang itu sendiri. Apa dampak perbuatan
tersebut bagi orang lain, tidak relevan, kecuali jika akibat terhadap orang
lain tersebut akan mengubah dampak terhadap pelaku yang bersangkutan. Inti
pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya
tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan
memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia
cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan
semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar. Egoisme bermaksud
bahawa sesuatu tindakan adalah betul dengan melihat kepada kesan tindakan
kepada individu. lndividu yang berpegang kepada falsafah ini percaya bahawa
mereka harus mengambil keputusan yang dapat memaksimumkan faedah kepada diri
sendiri. Terma “egoisme” berasal dari perkataan “ego”, perkataan Latin untuk
“aku” dalam Bahasa Malaysia. Egoisme perlu dibezakan dengan egotisme yang
bermaksud penilaian berlebihan psikologi terhadap kepentingan sendiri atau
aktiviti sendiri. Teori ini adalah bersifat individualistik. Terdapat dua
kategori utama Egoisme iaitu Psychological Egoism dan Ethical Egoism.
a. Egoisme Secara Psikologi Psychological
Egoism berpandangan bahawa setiap ormg sentiasa didorong oleh tindakan untuk
kepentingan diri. lanya juga mendakwa bahawa manusia sentiasa melakukan
perkara-perkara yang dapat memuaskan hati mereka ataupun yang mempunyai
kepentingan peribadi. Teori ini menerangkan bahawa tidak kira apa alasan yang
diberikan oleh seseorang, individu sebenarnya bertindak sedemikian sematamata
untuk memenuhi hasrat peribadi. Sekiranya pandangan ini benar maka keseluruhan
prinsip etika adalah tidak berguna lagi.
b. Egoisme Etikal Ethical Egoism menegaskan
bahawa kita tidak harus mengabaikan secara mutlak kepentingan orang lain tetapi
kita patut mempertimbangkannya apabila tindakan itu secara langsung akan
membawa kebaikan kepada diri sendiri. Ethical Egoism adalah berbeza dengan
prinsip-prinsip moral seperti sentiasa bersikap jujur, amanah dan bercakap
benar. la kerana tindakan tersebut didorong oleh nilai-nilai luhur yang sedia
ada dalam diri manakala dalam konteks ethical egoism pula sesuatu tindakan
adalah didorong oleh kepentingan peribadi. Misalnya, seseorang individu yang
memohon pinjaman akan memaklumkan kepada pegawai bank tentang kesilapan pihak
bank bukan atas dasar tanggungjawab tetapi kerana beliau mempunyai kepentingan
diri.
2.3 Teori
Relativisme Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi
atau relatif.
Sejalan dengan arti katanya, secara umum relativisme
berpendapat bahwa perbedaan manusia, budaya, etika, moral, agama, bukanlah
perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan karena faktor-faktor di luarnya.
Sebagai paham dan pandangan etis, relativisme berpendapat bahwa yang baik dan
yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pada masing-masing orang dan
budaya masyarakatnya. Ajaran seperti ini dianut oleh Protagras, Pyrrho, dan
pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum Skeptik. Makna relativisme seperti yang
tertera dalam Ensiklopedi Britannica adalah doktrin bahwa ilmu pengetahuan,
kebenaran dan moralitas wujud dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat maupun
konteks sejarah, dan semua hal tersebut tidak bersifat mutlak. Lebih lanjut
ensiklopedi ini menjelaskan bahwa dalam paham relativisme apa yang dikatakan
benar atau salah; baik atau buruk tidak bersifat mutlak, tapi senantiasa
berubah-ubah dan bersifat relatif tergantung pada individu, lingkungan maupun
kondisi sosial.
2.4 Konsep Deontology
Deontology berasal dari bahasa yunani Deon yang
berarti kewajiban/sesuatu yang harus. Etika deontology ini lebih menekankan
pada kewajiban manusia untuk bertindak secara baik menurut teori ini tindakan
baik bukan berarti harus mendatangkan kebaikan namun berdasarkan baik pada
dirinya sendiri jikalau kita bisa katakan ini adalah mutlak harus dikerjakan
tanpa melihat berbagai sudut pandang. Konsep ini menyiratkan adanya perbedaan
kewajiban yang hadir bersamaan. Artinya ada sebuah persoalan yang kadang baik
dilihat dari satu sisi, namun juga terlihat buruk dari sudut pandang lain.
Menurut David MCnaughton, kebaikan dan keburukan tidak bisa dilihat semata-mata
berdasarkan nilai baik dan buruk, dua hal ini dilihat dari konteks terjadinya perbuatan,
bisa kita contohkan ada sebuah kasus atau sebuah perbuatan, bisa saja perbuatan
ini benar di mata masyarakat umum atau benar berdasarkan konsep-konsep umum
yang ada, namun pada kenyataannya saat dilakukan terlihat buruk atau bahkan
dampaknya negative.
2.5 Pengertian Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam
bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang
bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara
tetap/permanen”. Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki
asosiasi profesi , kode etik , serta proses sertifikasi dan lisensiyang khusus
untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang
hukum,kedokteran , keuangan, militer ,teknik desainer, tenaga pendidik.
Seseorang yang berkompeten di suatu profesi tertentu, disebut profesional.
Walau demikian, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang
menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju
profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya,
sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
2.6 Kode Etik, Pengertian Kode
Etik Dan Tujuannya
Kode etik
adalah suatu sistem norma, nilai dan juga aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, apa yang tidak benar dan tidak
baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa saja yang benar /
salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan perbuatan apa yang harus
dihindari. Atau secara singkatnya definisi kode etik yaitu suatu pola aturan,
tata cara, tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan / suatu
pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan / tata cara sebagai pedoman
berperilaku. Tujuan kode etik yaitu supaya profesional memberikan jasa yang
sebaik-baiknya kepada para pemakai atau para nasabahnya. Dengan adanya kode
etik akan melindungi perbuatan dari yang tidak profesional.
2.7 Prinsip Etika Profesi
Tuntutan profesional sangat erat hubungannya dengan
suatu kode etik untuk masing-masing profesi. Kode etik itu berkaitan dengan
prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di sini akan
dikemukakan empat prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku untuk semua
profesi pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip ini sangat minimal sifatnya,
karena prinsip-prinsip etika pada umumnya yang paling berlaku bagi semua orang,
juga berlaku bagi kaum profesional sejauh mereka adalah manusia.
1. Prinsip Tanggung Jawab. Tanggung jawab
adalah satu prinsip pokok bagi kaum
profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang
bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya
dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan
melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik
mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan
moto yang terbaik. Ia bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin
dan dengan hasil yang memuaskan dengan kata lain. Ia sendiri dapat
mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan
profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan
profesinya maupun yang terhadap dirinya sendiri. Kedua, ia juga bertanggung
jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain
khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat dimana
profesinya itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak disengaja,
ia harus bertanggung jawab atas hal tersebut, bentuknya bisa macam-macam.
Mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai telah
melakukan kesalahan: mundur dari jabatannya dan sebagainya.
2. Prinsip Keadilan . Prinsip ini terutama
menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak
merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang
dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar
dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan
diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa
profesionalnya .prinsip “siapa yang datang pertama mendapat pelayanan pertama”
merupakan perwujudan sangat konkret prinsip keadilan dalam arti yang
seluas-luasnya .jadi, orang yang profesional tidak boleh membeda-bedakan
pelayanannya dan juga kadar dan mutu pelayanannya itu jangan sampai terjadi
bahwa mutu dan itensitas pelayanannya profesional dikurangi kepada orang yang
miskin hanya karena orang miskin itu tidak membayar secara memadai. Hal ini
dapat kita lihat dari beberapa kasus yang sering terjadi di sebuah rumah sakit,
yang mana rumah sakit tersebut seringkali memprioritaskan pelayanan kepada
orang yang dianggap mampu untuk membayar seluruh biaya pengobatan, tetapi
mereka melakukan hal sebaliknya kepada orang miskin yang kurang mampu dalam
membayar biaya pengobatan. Penyimpangan seperti ini sangat tidak sesuai dengan
etika profesi, profesional dan profesionalisme, karena keprofesionalan
ditujukan untuk kepentingan orang banyak (melayani masyarakat) tanpa membedakan
status atau tingkat kekayaan orang tersebut.
3. Prinsip Otonomi. Ini lebih merupakan
prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka
diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini
merupakan kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum
profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak
luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini terutama
ditujukan kepada pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai
otonomi profesi yang bersangkutan dan karena itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan
profesi tersebut. Otonomi ini juga penting agar kaum profesional itu bisa
secara bebas mengembangkan profesinya, bisa melakukan inovasi, dan kreasi
tertentu yang kiranya berguna bagi perkembangan profesi itu dan kepentingan
masyarakat luas. Namun begitu tetap saja seorang profesional harus diberikan
rambu-rambu / peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk membatasi /
meminimalisir adanya pelanggaran yang dilakukan terhadap etika profesi, dan
tentu saja peraturan tersebut ditegakkan oleh pemerintah tanpa campur tangan
langsung terhadap profesi yang dikerjakan oleh profesional tersebut. Hanya saja
otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi oleh
tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi
tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi ini hanya
berlaku sejauh disertai dengan tanggung jawab profesional. Secara khusus,
dibatasi oleh tanggung jawab bahwa orang yang profesional itu, dalam
menjalankan profesinya secara otonom, tidak sampai akan merugikan hak dan
kewajiban pihak lain. Kedua, otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa
kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonom kaum profesional,
pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar
pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum. Jadi,
otonomi itu hanya berlaku sejauh tidak sampai merugikan kepentingan bersama.
Dengan kata lain, kaum profesional memang otonom dan bebas dalam menjalankan
tugas profesinya asalkan tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tetentu,
termasuk kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan pihak tertentu
dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi berlaku dan karena itu pemerintah
wajib ikut campur tangan dengan menindak pihak yang merugikan pihak lain tadi.
Jadi campur tangan pemerintah disini hanya sebatas pembuatan dan penegakan
etika profesi saja agar tidak merugikan kepentingan umum dan tanpa mencampuri
profesi itu sendiri. Adapun kesimpangsiuran dalam hal campur tangan pemerintah
ini adalah dapat dimisalkan adanya oknum salah seorang pegawai departemen agama
pada profesi penghulu, yang misalnya saja untuk menikahkan sepasang pengantin
dia meminta bayaran jauh lebih besar daripada peraturan yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah.
4. Prinsip integritas moral. Berdasarkan
hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang
profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang
tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran
profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan
demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas
dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai
merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya. Maka, ia sendiri akan
menuntut dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak
melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan profesinya. Karena
itu, pertama, ia tidak akan mudah kalah dan menyerah pada godaan atau bujukan
apa pun untuk lari atau melakukan tindakan yang melanggar niali uang dijunjung
tinggi profesinya. Seorang hakim yang punya integritas moral yang tinggi
menuntut dirinya untuk tidak mudah kalah dan menyerah atas bujukan apa pun
untuk memutuskan perkara yang bertentangan dengan prinsip keadilan sebagai
nilai tertinggi yang diperjuangkan profesinya. Ia tidak akan mudah menyerah
terhadap bujukan uang, bahkan terhadap ancaman teror, fitnah, kekuasaan dan
semacamnya demi mempertahankan dan menegakkan keadilan. Kendati, ia malah
sebaliknya malu kalau bertindak tidak sesuai dengan niali-nilai moral,
khususnya nilai yang melekat pada dan diperjuangkan profesinya. Sikap malu ini
terutama diperlihatkan dengan mundur dari jabatan atau profesinya. Bahkan, ia
rela mati hanya demi memepertahankan kebenaran nilai yang dijunjungnya itu.
Dengan kata lain, prinsip integritas moral menunjukan bahwa orang tersebut
punya pendirian yang teguh, khususnya dalam memperjuangjan nilai yang dianut
profesinya. Biasanya hal ini (keteguhan pendirian) tidak bisa didapat secara
langsung oleh pelaku profesi (profesional), misalnya saja seorang yang baru
lulus dari fakultas kedokteran tidak akan langsung dapat menjalankan seluruh
profesi kedokterannya tersebut, melainkan dengan pengalaman (jam terbang)
dokter tersebut dalam melayani masyarakat.
2.8 Contoh Kasus
Contoh kasus pelanggaran etika bisnis adalah :
1. Kasus Pelanggaran Etika
Bisnis dalam Perspektif Islam.
Sebuah
pengusaha muslim yang merintis usaha dalam bidang jasa EO umroh dan haji ke
tanah suci, pengusaha tersebut mendirikan usaha tersebut atas dasar usaha
mandiri, karena merasa bahwa usaha bisnis yang ia rintis adalah hasil jerih
payahnya sendiri, kemudian ia lupa kalau bisnis yang ia geluti adalah sebagian
dari ibadah yang tujuannya tak lain adalah untuk mengharap ridho Nya dan ia pun
merasa bahwa tak ada campur tangan Nya dalam usaha bisnisnya tersebut.
Usaha
bisnis pengusaha tersebut berkembang pesat, dan omsetnya pun terus meningkat,
akan tetapi hal itu bertolak belakang dengan pelayanan yang ia berikan. Merasa
usahanya sudah banyak pelanggan, ia mulai mengabaikan kepuasan pelanggan jasa
usahanya. Biaya naik tinggi akan tetapi pengusaha tersebut justru memilih
pesawat yang murah tanpa memperhatikan kelayakan dan fasilitas yang ada,
penyediaan hotel yang murah serta jaraknya tempuh yang jauh dari pusat
kegiatan, catering makan yang sering terlambat, pelayanan kesehatan kurang
diperhatikan, keterlambatan pemberangkatan, dan berbagai masalah muncul secara
bergantian dan terus menerus.
Masalah
yang sangat cepat muncul ternyata ditanggapi biasa oleh managemen pengusaha
muslim tersebut, ketika salah satu rekan pengusaha muslim yang sedang mencoba
merintis usaha yang sama kemudian mengetahui dan memberikan masukan masukan
serta saran kepada pengusaha tersebut kemudian justru ditanggapi dingin dan
menganggap rekan bisnisnya tersebut iri dengan kemajuan usahanya tersebut, tak
jarang ia justru memaki dan mencoba merebut langganan rekannya tersebut dengan
cara cara yang kurang etis.
Selang
beberapa lama akhirnya rekan rekan bisnisnya pun gerah dengan kelakuan
pengusaha muslim tersebut, akhirnya mereka sepakat untuk membuka kedok
pengusaha tersebut dan akhirnya usaha yang berkembang pesat tadi kehilangan
banyak pelanggannya dan sedikit demi sedikit pengusaha tersebut mengalami
kebangkrutan.
2. Kasus Pelanggaran Etika
Bisnis dalam Perspektif Barat.
Indomie
adalah merek produk mi instan dari Indonesia. Di Indonesia, Indomie diproduksi
oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Selain dipasarkan di Indonesia, Indomie
juga dipasarkan secara cukup luas di manca negara, antara lain di Amerika
Serikat, Australia, berbagai negara Asia dan Afrika serta negara-negara Eropa,
hal ini menjadikan Indomie sebagai salah satu produk Indonesia yang mampu
menembuspasar internasional . Di Indonesia sendiri, sebutan "Indomie"
sudah umum dijadikan istilah generik yang merujuk kepada mi instan.Namun
pemasaran Indomie ke luar negeri bukannya tanpa masalah, di Taiwan sempat terjadi
masalah ketika produk Indomie ditarik dari pasaran, berikut ini penjelasannya
“Pihak berwenang Taiwan pada tanggal 7 Oktober 2010 mengumumkan bahwa Indomie
yang dijual di negeri mereka mengandung dua bahan pengawet yang terlarang,
sehingga dilakukan penarikan semua produk mi instan "Indomie" dari
pasaran Taiwan. Selain di Taiwan, dua jaringan supermarket terkemuka di Hong
Kong untuk sementara waktu juga tidak menjual mi instan Indomie.
Di Taiwan
sendiri, persaingan bisnis mi instant sangatlah ketat, disamping
produk-produkmi instant dari negara lain, produk mi instant asal Taiwan pun
banyak membanjiripasar dalam negeri Taiwan.Harga yang ditwarkan oleh Indomie
sekitar Rp1500, tidak jauh berbeda dari harga indomie di Indonesia, sedangkan
mi instan asal Taiwan dijual dengan harga mencapai Rp 5000 per bungkusnya.
Disamping harga yang murah, indomie juga memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan produk mi instan asal Taiwan, yaitu memiliki berbagai
varian rasa yang ditawarkan kepada konsumen. Dan juga banyak TKI/W asal
Indonesia yang menjadi konsumen favorit dari produk Indomie selain karena
harganya yang murah juga mereka sudah familiar dengan produk Indomie.Tentu saja
hal itu menjadi batu sandungan bagi produk mi instan asal Taiwan, produkmereka
menjadi kurang diminati karena harganya yang mahal. Sehingga disinyalir pihak
perindustrian Taiwan mengklain telah melakukan penelitian terhadap produk
Indomie, dan menyatakan bahwa produk tersebut tidak layak konsumsi karena
mengandung beberapa bahan kimia yang dapat membahayakan bagi kesehatan.
Hal
tersebut sontak dibantah oleh pihak PT. Indofood selaku produsen Indomie.
Mereka menyatakan bahwa produk mereka telah lolos uji laboratorium denganhasil
yang dapat dipertanggungjawabkan dan menyatakan bahwa produk indomie telah
diterima dengan baik oleh konsumen Indonesia selama berpuluh-puluh tahun
lamanya. Dengan melalui tahap-tahap serangkaian tes baik itu badan kesehatan
nasional maupun internasional yang sudah memiliki standarisasi tersendiri
terhadap penggunaan bahan kimia dalam makanan, indomie dinyatakan lulus uji
kelayakan untuk dikonsumsi.Dari fakta tersebut, disinyalir penarikan produk
Indomie dari pasar dalam negeri Taiwan disinyalir karena persaingan bisnis
semata, yang mereka anggap merugikan produsen lokal.Yang menjadi pertanyaan
adalah mengapatidak sedari dulu produk indomie dibahas oleh pemerintah Taiwan,
atau pemerintah melarang produk Indomie masuk pasar Taiwan?. Melainkan
mengklaim produk Indomie berbahaya untuk dikonsumsi padasaat produk tersebut sudah
menjadi produk yang diminati di Taiwan.
Dari kasus
tersebut dapat dilihat bahwa ada persaingan bisnis yang telah melanggar etika
dalam berbisnis.Hal-hal yang dilanggar terkait kasus pelanggaran etika bisnis
pada perusahaan PT Indofood secara hukum :
• Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 3 F yang
berisi meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang/jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.
• Undang-undang nomor 8 tahun1999 pasal 4 A tentang
hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/jasa·Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 8 yang berisi “pelaku usaha
dilarang untuk memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar
dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
yang dimaksud.
3. Kasus Pelanggaran Etika
Bisnis dalam Profesi.
Dewan Pers
memutuskan, stasiun televisi RCTI melanggar Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik
Jurnalistik soal kejelasan sumber informasi terkait pemberitaan soal “Dugaan
Pembocoran Materi Debat Capres” yang ditayangkan dalam program Seputar
Indonesia Sore pada 11 Juni 2014, Seputar Indonesia Malam pada 11 Juni 2014,
dan Seputar Indonesia Pagi pada 12 Juni 2014. Pada berita tersebut, RCTI
mengatakan adanya pembocoran materi debat calon presiden yang menguntungkan
pasangan capres-cawapres Joko “Jokowi” Widodo dan Jusuf Kalla. Dewan Pers
menilai, sumber pemberitaan tersebut tidak jelas. Stasiun televisi milik Hary
Tanoesoedibjo, yang mendukung pasangan capres-cawapres saat itu, Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa, dinilai tidak memiliki dokumen yang kuat untuk mendukung
tudingannya. “Konfirmasi yang sudah dilakukan oleh teradu (RCTI) kepada
Komisioner KPU dan tim sukses Jokowi-JK tidak dapat menutupi lemahnya sumber informasi
atau data yang dapat menjadi landasan teradu dalam memberitakan isu bocornya
materi debat capres,” demikian isi putusan Dewan Pers No 27/PPD-DP/XI/2014 yang
ditandatangani Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Jumat (21/11/2014).
Dewan Pers
mengatakan, seharusnya RCTI melakukan verifikasi terlebih dahulu terhadap
informasi tersebut sebelum menayangkannya demi memenuhi prinsip keberimbangan.
“Penayangan berulang-ulang berita yang tidak jelas sumbernya tidak sesuai
dengan prinsip jurnalistik yang mengedepankan akurasi, independensi, dan tidak
beriktikad buruk,” kata Bagir dalam putusannya. Dewan Pers pun merekomendasikan
RCTI untuk mewawancarai Komisioner KPU Pusat selaku prinsipal, dan
menyiarkannya sebagai hak jawab. RCTI juga dituntut meminta maaf kepada publik
dan menyiarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi Dewan Pers.
Hal ini
diputuskan setelah adanya laporan dari Dandhy D Laksono selaku warga, dan Arian
Rondonuwu selaku karyawan RCTI ke Dewan Pers pada 16 Juli 2014. Sebelum
memutuskan, Dewan Pers telah mengundang Dandhy, Raymond, dan pihak RCTI pada 5
September 2014 untuk memberikan penjelasan dan klarifikasi Solusi dari kasus
ini adalah sebaiknya RCTI yang merupakan statsiun televisi swasta yang cukup
besar harus bisa lebih berhati-hati dalam memberikan informasi. Apalagi ini
masalah debat capres dan cawapres, secatra tidak langsung pihak RCTI telah
memfitnah dari calon capres dan capres terkait.
Karena
seorang jurnalis tentunya sudah tau etika jurnalis yang telah di buat salah
satunya yaitu harus profesional dalm mengambil situasi. Masyarkat sudah
menegetahui bahwa pihak RCTI yang bernaung dalam MNC group memang memilih
pasangan PRABOWO-HATTA, ini sungguh angat disayangkan kenapa RCTI bisa
melakukan hal itu dan melanggar kode etik. Diharapkan ini jadi pelajaran bagi
RCTI dan seluruh stasiun televisi swasta Indonesia harus bisa lebih
professional dalam melakukan pejerjaan nya harus bisa membedakan mana masalah
pribadi dan umum.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Islam tidak memandang aktivitas bisnis hanya
dalam tataran kehidupan dunia sebab semua aktivitas dapat bernilai ibadah jika
dilandasi dengan aturan-aturan yang telah disyariatkan Allah. Dalam dimensi
inilah konsep keseimbangan kehidupan manusia terjadi, yakni menempatkan
aktivitas keduniaan dan keakhiratan dalam satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.Etika bisnis adalah tuntutan yang harus dilaksanakan oleh pelaku
bisnis dalam menegakkan konsep keseimbangan ekonomi. Jika saja pengambilan
keuntungan berlipat-lipat adalah sebuah kesepakatan pelaku ekonomi, bukankah
hal ini menjadikan supply-demand tidak seimbang, pasar bisa terdistorsi dan
seterusnya. Betapa indahnya jika sistem bisnis yang kita lakukan dibingkai
dengan nilai etika yang tinggi.Etika itu akan membuang jauh kerugian dan
ketidaknyamanan antara pelaku bisnis dan masyarakat. Lebih dari itu, bisnis
yang berdasarkan etika akan menjadikan sistem perekonomian akan berjalan secara
seimbang.
DAFTAR PUSTAKA
http://putfatma.blogspot.co.id/2015/11/perspektif-etika-bisnis-dalam-ajaran.html?m=1
https://janetfuyuko.wordpress.com/2016/10/26/perspektif-etika-bisnis-dalam-ajaran-islam-dan-barat-etika-profesi/
https://aangsurya.wordpress.com/2015/11/16/perspektif-etika-bisnis-dalam-ajaran-islam-dan-barat-etika-profesi/
http://waodeorina03.blogspot.co.id/2013/11/makalah-etika-bisnis-dalam-prespektif.html
Komentar
Posting Komentar